Bagaimana Umar bin Khattab Atasi Krisis Ramadah?

UMAT Islam ternyata sejak dari dulu memang sudah tidak asing dengan krisis, termasuk krisis ekonomi. Setidaknya, sejak zaman Rasulullah Saw, ada dua krisis ekonomi besar yang pernah dicatat oleh buku sejarah Islam.
Pertama, ketika umat Islam diboikot oleh kaum Yahudi dalam masa awal penyebaran Islam. Yang kedua, pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab ra.
Apa penyebabnya dan bagaimana Khalifah Umar bin Khattab ra. mengentaskannya?
Memang salah satu babak yang pelik di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ialah krisis yang panjang. Oleh ahli sejarah, masa-masa ini disebut “Tahun Ramadah”. Terjadi antara tahun 17 H dan 18 H.
Dijelaskan oleh Dr. Jaribah bin Ahmad Al-Harits, dalam Fiqh Ekonomi Umar bin Khaththab, penyebab terjadinya krisis panjang ini ialah masalah di dua sektor utama penopang ekonomi umat. Yakni pertanian dan perdagangan.
Dalam sektor petanian, terjadi penyusutan besar-besaran hasil tani, karena hujan tidak turun selama bertahun-tahun. Di mana-mana tanah mereka gersang dan tandus.
Sementara itu, terjadi pula masalah pelik dalam sektor perdagangan. Para pedagang dari daerah Hijaz (meliputi Makah dan Madinah) terputus aksesnya ke wilayah Syam (meliputi Suriah, Yordania, Lebanon, dll). Sebab waktu itu Syam tengah dilanda wabah penyakit. Padahal, wilayah Syam adalah pusat dagang yang vital di Jazirah Arab waktu itu.
Dua masalah itu kemudian mengakibatkan sulitnya mencukupi kebutuhan bahan pokok. Terjadilah kelaparan di mana-mana. Ini memicu timbulnya masalah sosial lebih lanjut, seperti tingginya angka penderita penyakit dan kematian. Tak pelak beberapa kabilah berbondong-bondong masuk ke Madinah agar lebih dekat dengan bantuan Khalifah. Beban sosial di kota Madinah pun kian mencekam.
Kebijakan Khalifah Umar
Banyak yang menarik ketika mencermati langkah-langkah Khalifah Umar bin Khattab di masa sulit ini. Pasti ada pelajaran yang bisa kita ambil.
Mula-mula, Khalifah Umar bin Khattab menyeru rakyatnya, “Wahai manusia! Sungguh aku khawatir jika bencana terus melanda kita. Maka carilah rida Rabb-mu, tinggalkan perbuatan dosa, bertaubatlah kepada-Nya, dan lakukanlah kebaikan.”
Upaya spiritual itu langkah yang penting. Sebab selaku umat beriman kita meyakini kuasa Allah SWT dalam setiap kejadian. Kemudian, diikuti ikhtiar manusiawi sebagai berikut:
Pertama, membangun perasaan bertanggung jawab di tengah para pemimpin. Ini modal utama bagi para pemimpin. Khalifah Umar bin Khaththab turut merasai derita umat, beliau makan dan minum bersama rakyat. Beliau merampingkan fasilitas yang dinikmati pejabat publik. Penghematan besar-besaran dilakukan. Tujuannya, supaya tersedia lebih banyak sumber daya untuk mencukupi kebutuhan umat.
Setiap waktu Khalifah Umar bin Khaththab bergelut di tengah umat untuk mengatasi paceklik, tidak peduli waktu dan letih payah. Sampai-sampai Zaid bin Aslam menuturkan, “Sekiranya Allah tidak segera menyudahi masa-masa sulit ini, kami yakin niscaya Khalifah Umar bin Khaththab akan meninggal dunia di tengah mengurusi rakyatnya.”
Kedua, pemerintah mengambil alih fungsi distribusi bahan pokok yang mulanya berjalan alamiah dalam mekanisme pasar. Beliau menghitung bahan-bahan pokok yang masih tersedia, berupa makanan dan hewan-hewan ternak. Pengelolaannya kemudian diatur sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi penumpukan di suatu daerah saja, sementara di daerah lain kesulitan. Bahan-bahan pokok dikirimkan ke berbagai daerah, supaya rakyat tidak harus berbondong-bondong datang ke Madinah dalam kepayahan.
Ketiga, menerapkan prioritas kinerja untuk mengatasi krisis. Seperti saat Khalifah Umar bin Khaththab melarang pemilik unta untuk memberi makan untanya dengan syair (gandum). Rakyat melakukan ini untuk menjaga asetnya berupa unta supaya bisa tetap hidup.
Mengutamakan Kemanusiaan
Namun, Khalifah Umar melarang mereka supaya gandum bisa dijadikan bahan makanan pokok manusia, bahkan jika perlu unta pun harus disembelih guna dijadikan makanan. Menyelamatkan jiwa manusia lebih utama ketika terjadi krisis. Adapun jika keadaan kembali kondusif, barulah perencanaan-perencanaan jangka panjang dipikirkan.
Keempat, menghimpun sumber daya atau bergotong-royong. Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan para gubernurnya yang dalam kondisi lebih lapang untuk mengirimkan bantuan ke wilayah yang lebih berat, seperti Madinah. Maka, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah pun mengirimkan bantuannya berupa 4,000 ekor unta dengan muatan penuh bahan makanan. Amr bin Ash pun membuka akses jalur laut dari Mesir ke Madinah, supaya bahan-bahan pokok di Mesir bisa didistribusikan dengan lancar ke Madinah.
Kelima, rehabilitasi. Beberapa kabilah yang sengaja datang ke Madinah perlahan dipulangkan ke daerahnya masing-masing, supaya terjadi suasana yang lebih kondusif dan tidak terjadi kepadatan yang runyam di Madinah. Usai itu, Khalifah memudahkan akses distribusi bahan-bahan pokok dari berbagai daerah yang sebelumnya tidak bisa dijangkau, seperti Mesir melalui jalur laut. Akses ini pun secara otomatis memperkaya jalur perdagangan umat untuk mencukupi kebutuhan.
Semua tindakan manajemen krisis ini dilakukan dengan pengawasan ketat oleh Khalifah Umar bin Khattab, sehingga semua perencanaan bisa diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Tanpa ada penyelewengan dan penyalahgunaan.
Semoga Allah SWT merahmati Khalifah Umar bin Khattab, pemimpin yang serius mengurusi umat. Dan semoga Allah Swt memampukan kita mengambil ‘ibrah dari sejarah hidupnya, terutama bagi para pemimpin negeri ini bisa belajar dari bagaimana Umar bin Khattab mengelola serta mengurus rakyatnya.
Sebab dalam kondisi seperti sekarang ini, segala kemungkinan bakal kita hadapi, termasuk dengan berbagai krisis. Mulanya diawali oleh krisis kesehatan dengan wabah virus covid-19, bukan tidak mungkin akan berlanjut pada krisis ekonomi, sosial, keamana, politik, dll (semoga Allah Swt melindungi kita semua). Aamiin. (*)
*disadur dari berbagai sumber
*harakatuna.com, eramuslim.com